Speeches Shim
Tepat di bawah permukaan air di sepanjang 54,720 km garis pantai Indonesia, padang lamun hijau menghampar di bawah laut dangkal yang luas. Tapi tanaman itu bukan rumput laut - tanaman itu adalah lamun.
Padang lamun menjaga laut agar tetap sehat dan produktif dengan menyediakan makanan, tempat berteduh dan berkembang biak bagi banyak jenis ikan dan kehidupan laut lainnya. “Tidak banyak orang yang mengerti lamun. Mereka pikir itu hanya rumput [dan] tidak punya fungsi,” demikian kata Rohani Ambo-Rappe, Dosen Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi. “ Tapi sebenarnya padang lamun adalah ekosistem yang produktif dan sangat penting.”
Dua puluh persen lamun dunia tumbuh di dan sekitar perairan Indonesia. Hampir tiga juta rumah tangga di Indonesia bergantung pada laut untuk penghidupannya, dan padang lamun adalah kunci tersembunyi untuk kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Ketika lamun tumbuh subur, nelayan setempat mendapatkan akses yang mudah ke lahan perikanan yang subur, yang mendukung pendapatan dan pasokan makanan bagi keluarga mereka. Padang lamun juga mendukung ikan yang diekspor ke pasar internasional, termasuk ke AS. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, penurunan jumlah lamun yang terus menerus telah menjadikan keadaan kritis. Pada saat lamun lenyap karena kegiatan manusia seperti penangkapan ikan berlebihan, pencemaran sampah dan pembangunan pantai yang tidak terkendali, nelayan setempat harus pergi lebih jauh untuk menangkap ikan yang akan menghabiskan lebih banyak waktu dan uang untuk mengangkut jumlah tangkapan yang sama.
Selama tiga tahun, dengan dukungan dari Partnerships for Enhanced Engagement in Research (PEER) Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), Ambo-Rappe dan tim mahasiswanya berkolaborasi dengan Susan Williams dari University of California, Davis untuk mengatasi tantangan ini . Mereka mulai mencari spesies lamun yang dapat tumbuh paling cepat dan bertahan hidup paling lama untuk mendukung upaya besar pemulihan lamun yang dilakukan pertama kalinya di Indonesia: restorasi ini mencakup lebih dari 30.900 meter persegi, hampir sama dengan luas empat lapangan sepak bola, di Sulawesi dan untuk ditanami lamun.
Lamun yang mereka tanam memberikan hasil yang sangat baik: tumbuh lebih tinggi, lebih rapat dan menarik banyak ikan, termasuk ikan bernilai tinggi seperti ikan kakap dan kerapu. Ambo-Rappe dan timnya kemudian membuat panduan pemulihan dan melatih petani setempat untuk mengatasi penurunan lamun. “Masyarakat di pulau-pulau ini bergantung pada laut. Kami memperkenalkan pemikiran bahwa lamun, sebagai habitat ikan, secara tidak langsung menyediakan ikan untuk mereka. Kemudian kami menunjukkan cara mengembalikan lamun selangkah demi selangkah. Masyarakat mau berpartisipasi. Waktu kami membangun petak-petak pemulihan lamun, kami mengajak mereka untuk membantu dari awal.”
“Kami bangga dapat mendukung kemitraan antara ilmuwan Amerika dan Indonesia,” kata Direktur Kantor Pendidikan USAID Indonesia Peter Cronin. “Penelitian kolaboratif seperti ini dapat mengarah pada solusi terobosan dan kemajuan ilmiah yang bermanfaat bagi kita semua.”
Bagi Ambo-Rappe, berpartisipasi dalam USAID PEER sangat penting dan memungkinnya melakukan penelitian berskala besar. “Dukungan USAID memberikan peluang besar bagi saya untuk meneliti dan menguji pendekatan restorasi sambil mempromosikan pengetahuan tentang lamun di masyarakat setempat,” katanya.
USAID PEER menghubungkan para ilmuwan di 50 negara berkembang dengan para ilmuwan AS untuk melakukan penelitian bersama dalam menghadapi tantangan pembangunan global. USAID PEER dilaksanakan dalam kemitraan dengan U.S. National Academies of Sciences, Engineering and Medicine. Para ilmuwan AS didanai oleh Smithsonian Institution, NASA, dan badan pemerintah AS lainnya. Hingga saat ini, USAID PEER telah mendanai lebih dari 40 peneliti Indonesia yang mengeksplorasi topik seperti kesehatan ibu dan anak, kesiapsiagaan bencana, dan perlindungan laut.
Kunjungi www.nationalacademies.org/peer untuk tahu lebih jauh.
Untuk informasi terkini lainnya, gabung dengan @USAIDIndonesia di Facebook, Exposure, Twitter dan Flickr.
Cerita oleh Samantha Martin dan Valli Chidambaram untuk mengenang Susan Williams. Terjemahan oleh Herlina.
Comment
Make a general inquiry or suggest an improvement.