Lindungi Masa Depan Mereka: Bantu Penyintas Kekerasan Berbasis Gender dapatkan Dukungan Terbaik

Speeches Shim

USAID Bersama bekerja dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan lembaga kunci lainnya untuk menetapkan prioritas anggaran tahunan dan memperluas layanan yang akan meningkatkan sumber daya untuk membantu para korban kekerasan berbasis gender di Papua dan Papua Barat.

Video Transcript 
Terletak di ujung timur Indonesia, Papua dan Papua Barat merupakan dua tempat yang mempesona, kaya akan budaya dan keindahan alam. Terlepas dari keindahannya, kedua provinsi tersebut bukanlah surga bagi semua orang.  Papua dan Papua Barat memiliki tingkat kekerasan terhadap perempuan yang termasuk tertinggi di negeri ini. “Nama saya Alce Makanuay, saya perawat di Puskesmas Tanjung Ria. Saya ibu dari dua orang anak, setiap ibu atau orang tua tentunya punya harapan yg luar biasa terhadap anak anaknya seperti saya.” Statistik PBB menunjukkan bahwa sekitar 41 persen atau 132,8 juta perempuan Indonesia mengalami kekerasan berbasis gender, atau GBV, selama masa hidup mereka.  Sekitar 16 persen perempuan Indonesia juga menderita pelecehan fisik atau seksual selama hidup mereka “Pendapat saya kekerasan berbasis gender masih tinggi di indonesia maupun di papua yang pertama karena pengetahuan masyarakat itu sendiri terkait dengan kekerasan ada beberapa budaya yang menghalalkan itu seperti kami orang Papua ketika sudah di bayar mas kawin laki laki berhak sepenuhnya thd perempuan tersebut, padahal secara aturan hukum tidak diperbolehkan, nah ini juga terkait dengan pengetahuan kemudian budaya lalu sosial di masyarakat bagaimana informasi ini tidak terserap secara menyeluruh sampai masyarakat yang di level bawah sehingga hal hal ini memudahkan kekerasan berbasis gender ini masih tetap terjadi.” Pusat-pusat kesehatan masyarakat berada di garis depan melawan epidemi ini. Para dokter dan perawat yang bekerja di puskesmas hampir setiap hari bertemu dan merawat perempuan-perempuan  yang telah mengalami tindakan kekerasan oleh pasangan mereka maupun pria lainnya. “Saya sudah bertugas kurang lebih 14 tahun di Puskesmas Tanjung Ria. Saya untuk terkait pelayanan kekerasan berbasis gender bertugas sebagai konselor. Rata rata pertahun pasien kekerasan berbasis gender rata-rata 12 hingga 15. Di luar dari itu pasti tentunya banyak mungkin ada yang langsung ke rumah sakit, ke polsek.”  USAID Bersama bekerja dengan lembaga pemerintah dan pusat kesehatan seperti Puskesmas Tanjung Ria untuk mengembangkan  Standar Prosedur Operasional (SOP) yang konsisten agar penanganan korban dan para penyintas mendapatkan layanan yang lebih baik. “Dengan usaid bersama juga kami bersama menyusun SOP penanganan korban kekerasan berbasis gender yang pertama SOP itu disusun untuk memudahkan siapapun itu petugasnya jadi tidak hanya saya tetapi teman yang lain pun akan melakukan sesuai standar yang sudah baku yang ada di dalam puskesmas.” USAID Bersama bekerja dengan pemerintah Indonesia dan lembaga kunci lainnya secara untuk menetapkan prioritas anggaran tahunan dan memperoleh dana baik dari pemerintah dan sumber lainnya, untuk memperluas layanan dan meningkatkan sumber daya untuk membantu para korban kekerasan berbasis gender. Perubahan yang terjadi ketika kehadiran USAID Bersama kami di Pusat Pelayanan Terpadu itu, kami didorong, kami dibantu untuk kerja berdasarkan standar operasional prosedur yang ada, yang kalau sebelumnya, agak susah ya, kesehatan kerja sendiri, kepolisian kerja sendiri, kami di P2TP2A bekerja sendiri, tapi setelah adanya pendampingan atau SOP yang dilakukan USAID Bersama, koordinasi ini semakin lancar.” Salah satu dampak terbesar dari Bersama adalah membantu pemerintah untuk mengadopsi pendekatan yang lebih terkoordinasi sehingga layanan rujukan untuk korban dan dukungan untuk penyintas kekerasan berbasis gender menjadi lebih efisien. “Harapan saya untuk kedua anak saya kedepan, mereka bisa jadi agen perubahan khususnya kekerasan berbasis gender, mereka bisa menyuarakan bahwa kekerasan berbasis gender itu tidak dibenarkan baik secara hukum maupun agama mana pun, kemudian mereka bisa mensosialisasi ke teman temannya atau siapa saja tidak hanya di Kota Jayapura, Papua, Indonesia dan dunia.”  Melalui USAID Bersama, perawat-perawat seperti Alce, yang kini telah dibekali dengan sumber daya dan pengetahuan yang lebih baik kini dapat membantu puskesmas serta lembaga pemerintah dan penyedia layanan publik lainnya untuk membantu para korban dan melakukan advokasi untuk kekerasan berbasis gender, di Papua dan Papua Barat. USAD, Dari Rakyat Amerika.